Nenek Asyani dan Rasa Keadilan
Nenek Asyani (63), warga Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, sepekan terakhir ini menyedot perhatian masyarakat. Perempuan yang tidak lancar berbahasa Indonesia itu sempat meringkuk di tahanan Kepolisian Sektor Jatibanteng sekitar tiga bulan karena disangka mencuri kayu jati milik Perum Perhutani.
Nenek Asyani kini
terbaring di tempat tidurnya. Pada Senin (16/3) lalu, setelah dibebaskan dari
Rumah Tahanan Situbondo, Asyani kembali pulang ke rumahnya di Dusun Krastal,
Desa Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Kondisi Asyani hingga Selasa kemarin masih lemah.
Nenek Asyani kini terbaring di tempat tidurnya. Pada Senin
(16/3) lalu, setelah dibebaskan dari Rumah Tahanan Situbondo, Asyani kembali
pulang ke rumahnya di Dusun Krastal, Desa Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng,
Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Kondisi Asyani hingga Selasa kemarin masih
lemah.
Asyani yang ditahan sejak Desember 2014 baru ditangguhkan
penahanannya pada Senin (16/3) lalu oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN)
Situbondo. Namun, perkaranya belum berhenti. Ia masih harus menjalani lanjutan
persidangan hingga ada putusan pengadilan.
Walaupun mencoba meyakinkan polisi bahwa tujuh balok kayu
jati yang menjeratnya merupakan peninggalan suaminya, almarhum Mustari, Asyani
tetap ditahan dan diadili. Saksi dari warga dan pimpinan desanya tidak
menyurutkan niat Kepolisian Negara RI untuk menegakkan hukum yang keras
kepadanya.
Kisah Asyani, yang diikuti kisah Harso Taruno (63), petani
dari Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang diadili
karena didakwa menebang sebatang kayu jati di hutan Suaka Margasatwa Paliyan,
kian menguatkan fenomena penegakan hukum di negeri ini.
Aparat menggunakan hukum seperti golok, yang tajam ke bawah,
tetapi tumpul ke atas. Padahal, hukum selalu digambarkan sebagai pedang. Pedang
keadilan.
Sebilah pedang tajam pada dua sisinya sehingga dilukiskan
hukum tak pandang bulu. Semua orang memiliki kedudukan yang sama di muka hukum.
Dewi Keadilan pun ditutup kedua matanya sehingga tak pilih kasih dalam
menegakkan hukum.
Jika selama ini penegakan hukum dijalankan dengan pedang
keadilan, semua orang diberlakukan sama di depan hukum, kisah Asyani atau Harso
atau kisah lain orang kecil yang tidak berdaya di depan aparat hukum, tak akan
menarik perhatian masyarakat. Tidak akan terjadi ketidakadilan. Realitasnya,
hukum ditegakkan tajam untuk mereka yang tak berdaya.
sumber :
1.http://print.kompas.com/baca/2015/03/18/Asyani%2c-Rasa-Keadilan%2c-dan-Wacana-Remisi-bagi-Koru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar